Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Kraton Yogyakarta

Dari perempatan tadi kalau kita luruuuuus aja, akan ketemu dengan alun-alun utara, belok kanan dan belok kanan lagi untuk ke Kraton Ngayogyakartanya, jangan kuatir, banyak petunjuk-petunjuknya kok disana. Kami nyampe di Kraton kurang lebih pukul 08.00. Kalau dari Vredeburg ke Kraton dengan menggunakan becak palingan Rp. 10.000 mending jalan da’, sekalian melihat lihat kota Yogyakarta, kurang lebih 1 km an lah dari Vredeburg. Di pintu masuk Kraton sudah berjejer rapi penjual segala macam minuman dan souvenir, kalau mau beli silahkan, tapi ingat harus lihai dalam hal tawar menawar, soalnya harga yang ditawarkan biasanya 2 x lipat bahkan lebih dari harga sebenarnya.. rumus ini juga berlaku di Malioboro..(pastilah kawan-kawan sudah paham semua tentang rumus dasar ini…^^)

Kraton Ngayogyakarta dibuka pukul 07.30 – 13.00 kecuali hari-hari tertentu dan Jum’at. Tiket masuknya Rp. 5.000 dan biaya kamera Rp. 1.000. Setelah urusan administratif selesai kami sudah disambut dengan abdi dalem yang akan mengantar kami berkeliling ke kraton dan free of charge, bayangkan, diantar sama guide secara gratis, oke kan…! Abdi dalem ini semua ga ada yang pake alas kaki loh (sandal apalagi sepatu, kami kurang tau alasannya…) dan tentunya mereka menggunakan pakaian adat Jawa seperti dalang..dan sopannya itu yang bikin kita saluuuute banget.
Kompleks Kraton ini didirikan tahun 1755, tepatnya 9 Oktober 1755 dan mulai ditempati oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tanggal 7 Oktober 1756 sebagai pusat kerajaan. Bangunan ini meliputi banyak bagian yang bisa buat kita tersesat kalau ke dalam sendirian alias luas banget. Dulu kraton ini dikelilingi oleh benteng yang sekarang sudah banyak yang roboh hanya tinggal keempat penjuru bentengnya yang masih ada hingga saat ini. Keempat penjuru itu secara khusus memiliki nama loh, jangan salah, yaitu Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Tuh, keren-keren kan namanya, tapi sulit bacanya…T_T. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Pembangunan Kraton ini diarsiteki sendiri oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (wew lagi deh…keren).
Secara fisik, Kraton Yogyakarta memiliki delapan kompleks inti yaitu Pagelaran, Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Kompleks Bangunan kraton terdepan adalah Tratag Rambat yang sejak Sultan Hamengku Buwono VIII bertahta diubah bentuknya menjadi pagelaran, selanjutnya terdapat Siti Hinggil Ler yang terletak di tempat yang cukup tinggi sebagai tempat Sultan duduk di singgasananya. Dari singgasana inilah Sultan dapat melihat sepanjang jalan Malioboro sampai ujungnya, yaitu Tugu Yogyakarta.

Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati di mana Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Lorong penghubung yang menghubungkan antara Siti Hinggil Ler dengan kamandhungan disebut dengan Regol Brojonolo (ouw…semua bagian ada namanya kayaknya ya…)
Sri Manganti dulu adalah tempat yang dipergunakan untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan, dan setelah Sri Manganti adalah Kedhaton, yang merupakan bangunan utama dari Keraton. Sebelum masuk ke Kedhaton berdiri Regol Danapratapa yang menghubungkan antara komplek Sri Manganti dengan Kedhaton. Kedhaton ini di bagi ke dalam tiga halaman, yaitu Pelataran Kedhaton yang merupakan Istana Sultan, Keputren (tempat istri-istri) dan Ksatrian (tempat putra Sultan). Kami kemaren berjalan tengok kiri, tengok kanan dan sibuk dengan jeprat-jepret sehingga tidak memperhatikan bagian-bagian dari istana. Saran buat kawan-kawan nanti, perhatikan baik-baik keindahan kraton itu, jangan sampai menyesal seperti kami…T_T.

Konon, kompleks kraton ini sekarang adalah museum dan tidak ditempati sang Sultan incumbent (terlalu rame pengunjung kali ya, hahaha…^^). Ada beberapa bagian memang yang tidak dapat dikunjungi secara bebas oleh pengunjung, diantaranya yaitu Bangsal Kencana dan nDalem Ageng Proboyakso tersimpan pusaka kerajaan, tahta sultan serta lambang-lambang kerajaan lainnya. (hmmmm…pantaslah tidak terbuka untuk umum, paham-paham). Dari Kedhaton, kompleks kraton berikutnya adalah Kamagangan. Kamagangan adalah tempat calon abdi dalem dan tempat ujian serta berlatih calon abdi dalem. Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul (Sasana Hinggil Dwi Abad) adalah tempat hiburannya Sultan. Kenapa demikian? Dulu tempat ini dipakai oleh Sultan untuk melihat gladi resik pasukan, adu manusia melawan macan, serta tempat berlatih prajurit perempuan. Di tempat ini pula sebagai awal prosesi perjalanan panjang pemakaman sultan ke Imogiri.
Sebetulnya masih banyaaaak yang belum kami kunjungi dan ceritakan, misalanya museum Hamengku Buwono IX yang berisi barang-barang pribadi Sultan dan tempat-tempat lainnya, berhubung waktu mengejar kami, akhirnya kami menyudahi perjalanan di Kraton ini. Kami keluar dari Kraton sekitar pukul 09.30 WIB. Waktu terasa terhenti di dalam Kraton ketika kita melihat kembali koleksi-koleksi Kraton, tapi waktu kami selama 15 jam di Yogya tidak berhenti begitu saja, kami harus ke pemberhentian selanjutnya, Taman Sari. Di sekitar kraton tadi juga terdapat Museum Kereta Kraton atau kompleks Roto Wijayan yang isinya adalah kereta kencana Kesultanan Yogyakarta, beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. tapi kami tidak sempat mampir karena diluar jadwal yang kami rencanakan, mungkin pada kunjungan berikutnya…semoga…^^.

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat