Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Situ Buleud

Situ Buleud
Karena kami memutuskan untuk ke kota-kota dulu, maka kami naik angkot berwarna merah jalur 04 jurusan Ciganea-Simpang. Dari pemberhentian bus di Ciganea (pintu tol Purbaleunyi) tadi, kalau bus turun ke bawah, kawan-kawan naik ke atas, jalur yang di atas maksudnya. Pintu tol Purbaleunyi ini semacam terminal bayangan juga, banyak bus dan angkot yang ngetem di situ. Naiklah angkot 04 itu yang ke arah sana (sana mana??) ya pokoknya yang tidak ke arah tol lah. Di turunan bus Ciganea tersebut ada gerbang masuk Kabupaten Purwakarta, waktu itu sedang direnovasi (atau sedang dibangun tidak tau pasti), nah kalau kita melewati bawah gerbang itu, itu yang kami maksud ke bawah tadi, sedangkan yang ke atas tidak melewati gerbang tersebut, tetapi justru di samping gerbang dan posisinya di atas gerbang tersebut (kebayang ga??).



Kalau tujuannya Situ Buleud, maka perjalanan memakan waktu kurang dari 15 menit. Tujuan awal kami sebenarnya mau langsung ke Pasar Rebo untuk ambil kendaraan ke Wanayasa, tapi ternyata angkot melewati Situ Buleud, dan kontan kami menghentikan angkot disitu. Tarifnya standar, Rp. 2.500. turunlah kami ke Situ Buleud.

Purwakarta sejuk (atau sedang sejuk kami kurang tahu), yang jelas cuaca sedang bagus dan nyaman. Situ Buleud kalau dialihbahasakan ke bahasa nasional Indonesia dapat diartikan sebagai Danau Bundar atau bulet.  Situ ini memiliki luas kurang lebih 4ha, luas memang, berbentuk lingkaran dengan dipagari tembok-tembok melingkar dan ditengah-tengahnya terdapat semacam air muncrat (karena dari bawah ke atas, kalau air mancur dari atas ke bawah...^^) yang pada waktu kami kesana sedang tidak muncrat. Kata situs-situs yang kami lihat dan kami ikuti, dulu situs ini merupakan tempat pemandian badak sewaktu Purwakarta masih berupa hutan. Situ ini dibangun pada masa pemerintahan RA Suriawinata sekira tahun 1830, berkaitan dengan pemindahan ibukota dari Wanayasa ke Sindangkasih.
Pagar Situ Buleud
Di sekitar situ ini banyak ditanami pohon rindang dengan kursi-kursi semen yang cukup untuk meletakkan pantat ketika penat berdiri atau sehabis berjalan. Tapi, seperti halnya taman-taman lainnya, penyakit utamanya adalah menjadi tempat bolos anak sekolah, tempat mereka-mereka yang kurang beruntung karena tidak memiliki tempat tinggal, tempat pacaran dan lain sebagainya. Situ ini dikelilingi oleh beberapa bangunan tua, seperti Gedung Karesidenan, kantor Kejaksaan, ada sebuah taman juga yang seperti alun-alun kalau kami menebaknya, dan sebuah gapura besar yang kalau ditarik garis lurus akan memasuki komplek pendopo Kabupaten.

Kami mengelilingi secara sempurna situ ini, luas juga, lebih luas dari alun-alun Bandung kayaknya (nanti akan kami cari data luasnya buat perbandingan). Sebelum meninggalkan situ ini, kami wawancara dulu dengan penduduk setempat (ade-ade SMP yang ntah sedang ngapain disitu jam setengah 11an, belum jam pulang sekolah yang jelas, atau masuk siang jangan-jangan, ntahlah), yang kami wawancarakan adalah, kalau mau ke Wanayasa, ada berapa alternatif caranya dan berapa tarifnya. Jawabannya akan kami tuliskan di bagian selanjutnya...^^

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat