Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Stasiun Garut Tinggal Kenangan

Satu lagi tempat yang wajib dikunjungi oleh MPK yaitu stasiun kereta, apalagi stasiun tersebut punya cerita dan rekor tersendiri. Seperti cerita stasiun yang satu ini. Bergegas dari alun-alun para MPK member berjalan kaki menuju stasiun kereta. Kami bertanya pada ibu yang baik (yang kami tak tahu namanya) mengenai arah yang harus ditempuh, dengan sangat sabar dan berpengharapan teguh kami pun menyusuri jalan menuju stasiun. Terletak di persimpangan jalan Bank dan jalan Veteran. Sesampainya di lokasi twe...we...weng, stasiun tak lagi jadi stasiun, apa nih maksudnya??? Maksdunya, bangunan stasiun telah berubah fungsi, kini sudah menjadi markas sebuah ormas ternama dengan warna merah-orange-hitam (silahkan ditebak sendiri).

Stasiun Garut Tinggal Kenangan
Sayang sekali rasanya, semasa hidupnya sebagai stasiun, Stasiun Garut adalah stasiun yang terletak pada ketinggian 1.200 meter dpl. Hal itu menempatkan stasiun ini sebagai salah satu stasiun tertinggi di Indonesia. Stasiun dibuka secara resmi tahun 1930 seiring dengan pembukaan jalur cabang Cibatu-Cikarang pada 1882-1893, jalur ini melengkapi jalur utama kereta lintas timur-barat Pulau Jawa yang menghubungkan kota-kota besar pada akhir abad ke-19. (sumber : kompas.com)
Pada tahun 1947, bangunan stasiun pernah dihancurkan oleh para pejuang, jadi bekas bangunan stasiun yang ada saat ini pun sudah merupakan renovasi baik kondisi bahan atap yang juga termasuk bahan material struktur konstruksinya, sekitar tahun 1970-an lintasan KA sampingan Garut-Cikajang dibekukan, sehingga stasiun Garut tidak sepenuhnya berfungsi dan selama belasan tahun terakhir tidak lagi terawat dengan baik. Stasiun Garut sendiri merupakan produk arsitek ternama pada masanya walaupun belum jelas identitas arsiteknya hingga sekarang.
Setelah melihat sisa-sisa kejayaan Stasiun garut, MPK memutuskan untuk makan siang, mengisi perut yang kosong, keliling-keliling nyari *makanan wajib* tapi tetap tak ditemukan, jadi ingat kesulitan yang sama yang pernah kami alami di Cianjur. Akhirnya kami memutuskan singgah di warung nasi sederhana di daerah mana ini kamipun tidak tau. Makan siang dululah kami dengan hujan yang mengiringi.

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat