Sugeng Rawuh | Wilujeng Sumping | Selamet Dheteng | Rahajeng Rauh | Salamaik Datang | Horas | Mejuah-Juah | Nakavamo | Slamate Iyoma| Slamate Illai | Pulih Rawuh | Maimo Lubat |

Sejarah Garut

Keberadaan Garut tak lepas dari Bapak Daendels (yang tentunya sudah pada kenal ya). Jadi awalnya adalah pembubaran kabupaten Limbangan, yang saat itu karena produksi kopinya menurun dan bupatinya menolak perintah menanam nila diputuskan untuk dibubarkan saja. Tanggal 16 Februari 1813 si Raffles yang merupakan Letnan Gubernur di Indonesia mengeluarkan SK tentang pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang beribu kota di Suci, tapi eh tetapi Suci dianggap tidak layak jadi ibukota Kabupaten karena sempit.

Maka itu Bupati Limbangan saat itu yaitu Adipati Adiwijaya (1813-1831) membentuk tim khusus yang bertugas menemukan tempat yang cocok dijadikan ibu kota kabupaten. Tempat pertama yang ditemukan adalah Cimurah sekitar 3 km sebelah timur Suci, akan tetapi dinyatakan tidak lulus nominasi ibu kota kabupaten karena di Cimurah sulit diperoleh air bersih (padahal namanya Cimurah, kok sulit air bersih ya?). Selanjutnya tim bergerak ke arah barat Suci sekitar 5 km dan mendapatkan tempat yang dianggap lulus nominasi. Tempat itu tanahnya subur, juga ditemukan mata air yang mengalir ke sungai Cimanuk dan pemandangannya indah dikelilingi banyak gunung. Gunung apa saja? Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak. (banyak euy).
Pada saat itu ditemukan juga telaga kecil yang ditutupi semak belukar berduri, tergoreslah seorang anggota tim di tangannya sampai berdarah. Nah tergores itu disebut kakarut, anggota tim lainnya yang kebetulan bangsa Eropa bertanya “Eh, kenapa itu tangannya berdarah?” (dengan logat Eropa, kira-kira bunyinya demikian: “Eh kamu orang eh kenapa itu eh kamu punya tangan eh berdarah)?” Kemudian dijawablah demikian “Kakarut”. Si Eropa menirukan kata kakarut dengan aksennya sendiri yang tentu saja tidak fasih berbahasa lokal dan tersebutlah olehnya “gagarut”. Sejak saat itu tanaman penggores tadi dinamai “Ki Garut” oleh tim pencari lokasi dan telaganya dinamai “Ci Garut”. Akhirnya daerah sekitar itu disebutlah dengan nama Garut, dan disetujui pula oleh Bapak Bupati, Adipati Adiwijaya dan dijadikanlah ibukota Kabupaten Limbangan.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No: 60 tertanggal 7 Mei 1913, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut dan beribu kota Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Pada waktu itu, Bupati yang sedang menjabat adalah RAA Wiratanudatar (1871-1915). Kota Garut pada saat itu meliputi tiga desa, yakni Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan Desa Margawati. Kabupaten Garut meliputi Distrik-distrik Garut, Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles, Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang dan Pameungpeuk.
Kabupaten Garut berbatasan dengan Kabupaten Sumedang di utara, Kabupaten Tasikmalaya di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung di barat.
Hari jadi Kabupaten Garut jatuh pada tanggal 17 Maret 1813 sesuai dengan PERDA Kab. DT II Garut No. 11 Tahun 1981 tentang Penetapan Hari Jadi Garut yang diundangkan dalam Lembaran Daerah pada tanggal 30 Januari 1982.
Awalnya masyarakat Garut memahami bahwa hari jadi Garut itu adalah saat kawasan kota Garut mulai dibuka dan dibangun sarana prasarana sebagai persiapan ibukota Kabupaten Limbangan. Sebagaimana sudah disepakati sebelum-sebelumnya juga, semua kalangan masyarakat Garut telah menerima bahwa hari jadi Garut bukan jatuh pada tanggal 17 Mei 1913 yaitu saat penggantian nama Kabupaten Limbangan menjadi Kabupaten Garut, Oleh karena itu, mulai tahun 1963 Hari Jadi Garut diperingati setiap tanggal 15 September berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta Sejarah yang mengacu tanggal 15 September 1813 tersebut pada tulisan yang tertera di jembatan Leuwidaun sebelum direnovasi, tetapi sekarang berdasarkan perda tadi tersebut diatas hari jadi Garut adalah tanggal 17 Maret 1813.

0 comments:

Post a Comment

Indonesia Barat